IV. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka
4.1
Arti
Ideologi Terbuka
Ideologi
terbuka ialah pandangan hidup bangsa yang mempunyai nilai dasar besifat tetap
sepanjang zaman, yaitu pancasila. Pandangan hidup bangsa yang bersifat tetap
juga mampu berkembang secara dinamis (nilai instrumental), yang dapat berubah,
misalnya; UUD 1945 dan GBHN.[1]
Nilai-nilai
yang terkandung di dalam ideologi terbuka, terdiri dari dua bagian yakni;
·
Nilai-nilai dasar, yakni cita-cita, tujuan,
serta lembaga-lembaga penyelenggara Negara, seperti MPR, DPR, Presiden, DPA,
MA, BPK, Pemda, dan tata hubungan antar lembaga serta tugas dan wewenangnya.
Nilai-nilai dasar itu bersifat tetap sepanjang zaman.[2]
Nilai-nilai dasar itu terdapat dalam empat alinea Pembukaan UUD 1945;
·
Alinea I: keyakinan kita kepada kemerdekaan
sebagai hak segala bangsa, kepada perikemanusiaan dan perikeadilan.
·
Alinea II: cita-cita nasional dan kemerdekaan,
yaitu suatu negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
·
Alinea III: watak aktif dari rakyat Indonesia menyatakan
kemerdekaan, untuk mencapai kehidupan berbangsa yang bebas.
·
Alinea IV: arahan mengenai tujuan negara,
susunan negara, system pemerintahan, dan dasr negara yaitu Pancasila.[3]
·
Nilai-nilai instrumental berupa arahan,
kebijaksanaan, strategi, sasaran, serta lembaga pelaksanaannya, seperti
Departemen, Ditjen, Gubernur, dan lain-lain. Nilai-nilai instrument ini dapat
berubah dan disesuaikan dengan kehendak zaman.[4]
Ciri
khas ideologi terbuka ialah nilai-nilai dan cita-cita itu digali dan diambil
dari kekayaan rohani, moral, dan budaya masyarakat sendiri. Ini berarti bahwa
dasar nilai-nilai dan cita-cita tidak diciptakan oleh negara, yang bersifat
totaliter dan memaksa untuk diterima secara buta, juga bukan lahir dari
monopoli satu golongan saja, tetapi ditemukan di dalam masyarakat yang semua
orang yang berada di dalam negara itu sendiri. Dengan demikian, ideologi adalah
milik dari semua rakyat dan di dalamnya rakyat menemukan jati diri sebagai
warga Negara.[5] Dengan
itu, masyarakat dengan usaha bersama menyelenggarakan negara ini secara sadar
dan suka rela bersedia menaati dan melaksanakan pedoman-pedoman yang dikandung
di dalam kelima Sila dari Pancasila.[6]
Keterbukaan
ideologi Pancasila ini, tidak berarti diterimanya segala nilai apa pun termasuk
nilai-nilai yang bertentangan, yang akan menggeser nilai-nilai dasar Pancasila.
Sebaliknya nilai-nilai dasar Pancasila harus
tetap dipertahankan, sebab nilai-nilai dasar itu akan menjadi acuan serta dasar
bagi segala kebijaksanaan dan pelaksanaan kehidupan bangsa dan negara. Perlu diingat bahwa keterbukaan ideologi
Pancasila tidak berlaku pada nilai-nilai dasar Pancasila, melainkan terbuka
bagi nilai-nilai instrumentalnya saja, yang memiliki fleksibilitas untuk
memelihara relevansinya bagi perkembangan bangsa Indonesia dari masa ke masa.[7]
4.2
Asal-Usul
Ideologi terbuka
Asal-usul
ideologi terbuka dikemukakan oleh presiden Soekarno pada tanggal 10 November
1986 dalam acara pembukaan Penataran Calon manggala BP-7 Pusat. Selanjutnya,
pada tanggal 16 Agustus 1989 dalam pidato kenegaraan, sebagai berikut: “itulah
sebabnya, beberapa tahun yang lalu saya kemukakan, bahwa pancasila adalah
ideologi terbuka, ,aka kita dalam mengembangkan pemikiran baru yang tegar dan
kreatif untuk mengamalkan Pancasila dalam menjawab perubahan dan tantangan
zaman yang terus bergerak dinamis, yakni, nilai-nilai dasar Pancasila tidak
boleh berubah, sedangkan pelaksanaannya kita sesuaikan dengan kebutuhan dan
tantangan nyata yang kita hadapi dalam tiap kurun waktu”.
4.3
Faktor
Pendorong Keterbukaan Ideologi Pancasila
Faktor
yang mendorong pemikiran mengenai keterbukaan ideologi Pancasila adalah sebagai
berikut:
·
Kenyataan bahwa dalam proses pembangunan
nasional berencana, dinamika masyarakat berkembang dengan cepat. Peranan besar
tidak lagi dipegang oleh Negara dan pemerintah (Perusahaan Negara, BUMN),
melainkan justru dipegang oleh badan usaha swasta.
·
Kenyataan bangkrutnya ideologi tertutup seperti
marxisme, leninisme, dan komunisme.
·
Pengalaman pengaruh komunisme terhadap sejarah
politik di Indonesia
pada masa lalu sangat besar. Akibatnya
Pancasila pernah merosot menjadi sebuah dogma yang kaku. Antara aturan pokok
dan aturan pelaksanaannya tidak ada perbedaan.
·
Berdasarkan pengalaman itu, bangsa Indonesia
bertekat untuk menjadikan pancasila sebagai asas dasar dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4.4
Sifat
Ideologi
Sifat
ideologi Pancasila memiliki tiga dimensi penting, yakni:
·
Dimensi realitas. Nilai-nilai yang terkandung di
dalam dirinya bersumber dari nilai-nilai riil yang hidup, tertanam dan berakar
dalam masyarakat. Dengan demikian masyarakat benar-benar merasakan dan
menghayatinya sebagai dasar hidup mereka.
·
Dimensi idealisme mengandung cita-cita yang
ingin dicapai dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Cita-cita tersebut berisi harapan yang masuk akal. Sebab dalam suatu
ideologi yang kokoh biasanya ada hubungan yang saling mengisi dan memperkuat
antara realitas dan ideologi.
·
Dimensi fleksibilitas. Melalui pemikiran baru
tentang dirinya, ideologi itu mempergeser, memelihara, dan memperkuat
relevansinya dari waktu ke waktu.
4.5
Pembatasan
Ideologi Pancasila
Batas-batas
keterbukaan ideologi Pancasila yang tidak boleh dilanggar, yaitu:
·
Stabilitas nasional yang dinamis
·
Larangan terhadap ideologi marxisme, leninisme,
dan komunisme
·
Mencegah berkembangnya paham libera
·
Larangan terhadap pandangan ekstrim yang
menggelisahkan kehidupan masyarakat
·
Penciptaan norma yang baru harus melalui
konsensus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar